Setelah hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Ondoafi, maka Ondoafi dengan terpaksa memerintahkan supaya anak perempuannya di berikan kepada ular raksasa itu. Akhirnya anak perempuan Ondoafi diserahkan kepada ular raksasa itu. Setelah anak perempuan ini diserahkan kepada ular, ular itupun langsung bergerak menelan anak perempuan Ondoafi ini dan kemudian bergerak pergi meninggal mereka.
Ondoafi merasa sedih dan tidak tega melihat anaknya dimakan ular raksasa tersebut, akhirnya Ondoafi memerintahkan supaya masyarakatnya mengejar dan membunuh ular tersebut. Akhirnya semua masyarakat mengambil alat-alat tajam, kampak, tombak, panah lalu mengejar ular raksasa itu. Ketika ular raksasa itu dikejar ia lari kearah barat. Masyarakat terus mengejarnya hingga bertemu di ujung kampung Puay. Di sini mereka mencoba memanahnya dan menikamnya dengan tombak. Ular ini menggeliat kesakitan sehingga mengakibat seperti galian-galian atau kolam. Ular itu melarikan diri ke arah kampung Yoka. Ketika di Yoka, masyarakat kembali menghujaninya dengan panah dan tombak. Ular itu terus merontah-rontah membalik arah ke kampung Ayapo, Asei, Netar, Ifar, Besar, Ajau, Putali, Atamali, kemudian kearah Simporo, Babrongko dan terus ke barat, ketika ular ini mengarah ke daerah Doyo Lama, di sana masyarakat menemukannya dan bertubi-tubi memanah dan menombaknya ke kepalanya. Ular raksasa ini menarik kembali kepalanya dan menuju ke arah kampung Sosiri dan Yakonde akhirnya ular itu mati di sana.
Waktu ular raksasa ini menggeliat karena dipanah dan ditombak masyarakat, gerakan-gerakannya itu membuat jalur dimana dia bergerak-gerak merontak karena kesakitan, gerakan-gerakan merontaknya itu menyebabkan tempat yang menjadi pelariannya itu tergali dan menjadi dalam. Ini belum ada air. Pertanyaannya adalah kalau begitu dari mana ada sumber air yang menjadikan kelukan-kelukan itu menjadi danau Sentani sekarang ini.
Ada kisah lain yang dapat ditarik benang merahnya. Bisa dibaca dalam tulisan dalam Blog saya mengenai Kinggai di Siklop . Jaman dulu di gunung Siklop (Cycloop) ada tempat penampungan air yang disebut Kinggai. Kinggai ini tempat dimana air terjun jatuh di dalamnya dan kemudian percikannya itu menyirami daerah sentani. Konon cerita waktu itu Sentani sangat sejuk dan sangat terasa sekali butiran-butiran airnya hingga ke seluruh wilayah Sentani. Butiran air Cycloops yang memberi kesegaran dan kesejukkan kepada manusia dan alamnya Sentani.
Singkat cerita, wadah penampung air terjun ini patah dan mengalir menjadi beberapa sungai atau kali. Air tumpahan dari Kinggai d Siklop inilah yang kemudian turun ke daratan rendah dan memenuhi kelukan-kelukan jalur tempat ulat raksasa ini merontah-rontah kesakitan. Akhirnya kelukan itu terisi air penuh dan terjadilah danau. Danau tanpa nama. Setelah ada penghuni kemudian danau ini dinamakan Phuyakha atau danau yang sudah ada penghuninya. Phuyaka asal kata phu + yakha. (air + terang, Nampak, kelihatan). Nama Phuykha kemudian di sebut Sentani. Akhirnya karena danau ini di huni oleh orang-phuyakha, maka dinamakan danau Sentani atau bhuyakha bhu.
Gambar diatas ini adalah sebagian gambar wajah sentani tengah. Nampak ada kampung khabetlouw (Ifar Besar); kampung Yobhe, kampung Ifale, pulan putali, pulau Kensio dan pulau Atamali.
Gambar disamping kiri ini adalah
Kampung Ifale, kampung Hobong, kampung Khabetelouw . dibelakangnya Nampak pulau Asei, kampung Ayapo dan di kejauhan adalah kampung yoka.